NILAI-NILAI
PANCASILA DAN UUD 1945
I. PANCASILA
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Makna sila
ini adalah:
* Percaya
dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
* Hormat dan
menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
* Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing.
* Tidak
memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
2.
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Makna sila
ini adalah:
* Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
* Saling
mencintai sesama manusia.
* Mengembangkan
sikap tenggang rasa.
* Tidak semena-mena
terhadap orang lain.
* Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan.
* Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
* Berani membela
kebenaran dan keadilan.
* Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan
dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
3. Persatuan
Indonesia
Makna sila
ini adalah:
* Menjaga
Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
* Rela berkorban
demi bangsa dan negara.
* Cinta akan
Tanah Air.
* Berbangga
sebagai bagian dari Indonesia.
* Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan /
Perwakilan
Makna sila
ini adalah:
*
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
* Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain.
*
Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
* Berembug
atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan
semangat kekeluargaan.
5. Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Makna sila
ini adalah:
* Bersikap
adil terhadap sesama.
* Menghormati
hak-hak orang lain.
* Menolong
sesama.
* Menghargai
orang lain.
* Melakukan
pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.
II. MAKNA
LAMBANG GARUDA PANCASILA
* Perisai di
tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia
* Simbol-simbol di dalam perisai
masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila,yaitu:
* Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
* Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
* Pohon beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia
* Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
* Padi dan Kapas melambangkan sila
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
* Warna
merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani
dan putih berarti suci
* Garis
hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang
dilintasi Garis Khatulistiwa
* Jumlah
bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945),
antara lain:
* Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
* Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
* Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
* Jumlah bulu di leher berjumlah 45
* Pita yang
dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu
Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda beda, tetapi tetap satu jua”.
III. NASKAH
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Sebelum
dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37
pasal, 49 ayat, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta
Penjelasan.
Setelah
dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3
pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam
Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan
Kompilasi Tanpa Ada Opini.
IV. SEJARAH
Sejarah Awal
Pada tanggal
22 Juli 1945, disahkan Piagam Jakarta yang kelak menjadi naskah Pembukaan UUD
1945. Naskah rancangan konstitusi Indonesia disusun pada waktu Sidang Kedua
BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD
1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Periode
1945-1949
Dalam kurun
waktu 1945-1949, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia
sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil
Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahu
kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November
1945 dibentuk Kabinet Parlementer yang pertama, sehingga peristiwa ini
merupakan penyimpangan UUD 1945.
Periode
1959-1966
Karena
situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah
satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar,
menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 waktu itu.
Pada masa
ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
* Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua
DPA menjadi Menteri Negara
* MPRS
menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
* Pemberontakan G 30S
Periode
1966-1998
Pada masa
Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi juga
penyelewengan UUD
1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada
Presiden.
Pada masa
Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat “sakral”, diantara
melalui sejumlah peraturan:
* Ketetapan
MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
* Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila
MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat
melalui referendum.
* Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
V. PERUBAHAN
UUD 1945
Salah satu
tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD
1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa
Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal
yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan
rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup
didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan
perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi
dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak
mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, serta mempertegas sistem presidensiil.
Dalam kurun
waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam
Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
* Sidang
Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
* Sidang
Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000
* Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
* Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 1999